Kamis, 30 September 2010

XENODERMA PIGMENTOSUM

Xenoderma Pigmentosum (XP) pertama kali dijelaskan pada 1874 oleh Hebra dan Sarkoma. Pigmentosum Xeroderma merupakan kelainan yang langka terjadi. Hal ini ditandai dengan peka terhadap cahaya, perubahan pigmen, penuaan kulit secara dini, dan perkembangan tumor ganas.
Xeroderma pigmentosum : suatu penyakit atau kelainan bawaan pada kulit yang jarang ditemui, dimana kulit sangat peka terhadap sinar matahari terutama terhadap sinar ultra violet. Kulit penderita xeroderma pigmentosum bila terpapar sinar matahari akan timbul bercak-bercak di kulit dan menjurus ke arah kanker kulit
XP merupakan penyakit genetik. Ada kemungkinan bahwa XP disebabkan oleh perkawinan sedarah. Hal ini berkaitan dengan mutasi gen yang sangat berpengaruh besar pada munculnya XP. Namun yang jelas pasangan yang masing-masing membawa sifat pigmentosum xeroderma memiliki risiko lebih besar untuk menurunkan kepada anaknya.

Penderita XP sangat sensitif terhadap radiasi ultraviolet (UV), termasuk UVA, UVB, dan UVC. Paparan matahari saja dapat menyebabkan kulit terbakar. Kulit penderita XP sangat kering dan sangat rentan terserang kanker kulit dan melanoma. Selain itu, mata penderita juga sangat sensitif pada cahaya yang juga rentan terserang kanker mata.

Gejala
Gejala umum dari penyakit ini antara lain:
- luka terbakar
- banyak bintik-bintik di kulit
- kulit tipis
- mata sensitif pada sinar matahari

Pengobatan
Belum ditemukan obat untuk pigmentosum xeroderma. Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk melindungi pasien dari paparan UV dan dengan demikian mencegah dampak buruk itu dapat memiliki pada kulit.

PROGERIA

Kasus progeria pertama kali dikemukakan oleh Dr. Jonathan Hutchinson pada tahun 1886 dan oleh Dr. Hastings Gilford sebelas tahun kemudian. Makanya penyakit ini sering disebut sebagai Hutchinson-Gilford Progeria Syndrome (HGPS).
Progeria merupakan penyakit kesalahan kode genetik (terjadi mutasi), tepatnya kelainan protein (Lamin A) di sekitar inti sel atau menurut para ahli lainnya kesalahan terdapat di kromosom nomor 1, pada seseorang yang mengakibatkan penuaan dini sebelum waktunya.

Progeria terdiri atas dua jenis yaitu sindrom Hutchinson-Gliford (progeria masa kanak-kanak) dan sindrom Werner (progeria masa dewasa)

Progeria masa kanak-kanak atau yang disebut sebagai sindroma Hutchinson-Gliford ditandai dengan adanya kegagalan pertumbuhan pada tahun pertama kehidupan. Tampak dengan jelas adanya ketidakseimbangan ukuran tubuh (kecil atau cenderung kurus), kulit terlihat keriput, pertumbuhan gigi terlambat atau bahkan tidak ada sama sekali, kemampuan bergerak sangat terbatas, dan beberapa ciri-ciri lainnya. Biasanya, penderita hanya sanggup bertahan hidup sampai awal usia remaja, rata-rata hingga usia 13-14 tahun.

Para penderita seringkali mengalami aterosklerosis progresif (kelainan penyumbatan pembuluh darah) seperti yang biasa tampak pada individu lanjut usia. Hal ini dapat mengakibatkan stroke atau serangan jantung yang berujung pada kematian. Hingga saat ini belum ditemukan pengobatan dan pencegahan yang tepat untuk penanganan kasus progeria ini.

MENGENALI GEJALA KLINIS PROGERIA
Progeria berbeda dengan penyakit-penyakit lain yang biasanya sudah bisa terdeteksi saat masih bayi, bahkan selagi masih dalam kandungan. Penyakit ini justru muncul setelah anak berusia satu tahun. Tak heran kalau di rentang usia 0-1 tahun ia kelihatannya normal-normal saja, baru selewat usia itu akan terlihat jelas proses penuaannya. Eriyati sendiri tak mengetahui secara pasti kenapa penuaan tersebut mulai terjadi di usia satu tahun dan bukannya kurang atau lebih dari angka tersebut.
Ahli neonatologi ini kemudian menyebut beberapa gejala klinis progeria yang cukup membuat bulu kuduk bergidik. Umpamanya, rambut yang semula lebat kemudian rontok dan tak tumbuh lagi, pembuluh darah di bagian kepala tampak jelas, jaringan lemak di bagian bawah kulit berkurang bahkan menghilang sehingga kulit menjadi keriput, dan kuku tak tumbuh sempurna tapi tumbuh melengkung serta rapuh. Selain itu, ada pengerasan di persendian, tulang patah atau retak yang tak kunjung sembuh maupun pengeroposan tulang. Gigi geliginya terlambat tumbuh, bahkan ada juga yang tak tumbuh sama sekali selain tak teratur susunannya.
Gejala yang bisa berakibat fatal adalah jika mengalami kekakuan pembuluh darah. Terlebih bila kekakuannya terjadi di pembuluh darah jantung, maka kemungkinan besar si penderita akan mendapat serangan jantung atau stroke. "Pembuluh darah jantung mesti diperhatikan karena menjadi penyebab utama kematian di kalangan penderita progeria. Salah satu jalan keluarnya adalah operasi by pass."
Akibat adanya mutasi gen itu pula, perkembangan tulang penderita progeria akan terganggu dan mengalami degenerasi tulang. Dengan begitu, kalau dihitung-hitung pertumbuhan tulangnya cuma setengah atau bahkan sepertiga dari pertumbuhan tulang anak normal seusianya. Makanya kalau diperhatikan dengan saksama, yang bersangkutan akan terlihat seperti orang yang sudah tua. Meski begitu, mata seorang penderita progreria tidak pernah mengalami katarak layaknya kaum lanjut usia. "Kenapa bisa demikian? Itu juga masih belum diketahui," tandas Eriyati.
Untungnya, faktor intelegensi atau perkembangan kemampuan berpikir anak penderita progreria tidak terganggu. Hanya saja secara psikologis, mungkin ia relatif sensitif karena merasa dirinya berbeda dari teman-temannya atau tak bisa selincah anak seusianya. "Dia hanya bisa melakukan permainan-permainan yang tak membutuhkan banyak tenaga karena mudah capek."
Yang membuat hati miris, rata-rata penderita progeria hanya bisa bertahan hidup hingga umur 14 tahun. Dapat dihitung dengan jari penderita progeria yang bisa mencapai usia 20 tahunan. "Mungkin hanya satu atau dua orang saja, karena organ tubuhnya seperti orang tua. Coba 14 dikalikan tujuh, di usia itu kondisi tubuhnya sudah seperti orang yang berusia 98 tahun."
Ciri lainnya adalah kuku melengkung serta rapuh, pengerasan di persendian, pengeroposan tulang yang menyebabkan tulang mudah retak atau patah, gigi terlambat tumbuh, merupakan tanda-tanda penderita progeria. Padahal itu adalah gejala pada orang yang memasuki usia lanjut.Gejala klinis yang terjadi pada penderita progeria di atas benar-benar memilukan. Bagaimana tidak, semua gejala menyedihkan tersebut harus dialami oleh bocah yang seharusnya dapat tumbuh dan bermain secara normal.

ATAXIA

Penyakit degeneratif saraf (bahasa Inggris: spinocerebellar ataxia, spinocerebellar Degeneration), mungkin banyak dianggap merupakan dua penyakit yang berbeda, namun ini adalah satu penyakit, hanya saja berbeda nama. Spinocerebellar Ataxia, atau lebih sering disebut Ataxia memiliki gejala-gejala sebagai berikut :
  1. Elemen 1 pergerakan terhambat (tiba-tiba jatuh tanpa sebab, tidak bisa menjaga keseimbangan, dll)
  2. Elemen 2 pergerakan terhenti secara tiba-tiba, tidak bisa mengendalikan syaraf motorik tubuh
Jika sudah mulai akut, bisa saja penderita tidak bisa berjalan, maka harus menggunakan kursi roda, bahkan pada nantinya hanya bisa berbaring di atas ranjang dan menggantungkan seluruh hidupnya dengan bantuan orang di sekitarnya. Yang berbahaya dari penyakit ini adalah, saat sedang makan bisa saja penderita tersedak secara tiba-tiba, dan bila tidak mendapat penanganan secara lanjut, itu akan menghambat jalur pernapasannya dan mengakibatkan kematian. Belum ada cara pengobatan yang efektif untuk menyembuhkan penyakit ini secara tuntas, secara penyebabnya adalah rusaknya jaringan otak kecil dan syaraf tulang belakang. Banyak orang yang menyangka, kalau penyakit ini disebabkan oleh virus, tapi yang benar ada dua hal, bisa karena keturunan, atau mutasi gen, dan beberapa penyebab lain. Yang pasti, penyakit Spinocerebellar Ataxia tidak disebabkan oleh virus. Sekarang, para penderita hanya dapat melakukan terapi sesuai gejala yang dialami. Tapi, bukan hal yang tidak mungkin kalau di masa yang akan datang akan ditemukan obat yang ampuh untuk menuntaskan penyakit ini, mengingat penelitian yang dilakukan secara terus menerus oleh para ahli.

CIDP

CIDP (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy ) adalah penyakit yang serupa dengan LUPUS karena sama-sama melibatkan sistem kekebalan tubuh. Namun tidak seperti penyakit Lupus yang sudah mulai dikenal masyarakat banyak, CIDP masih banyak menimbulkan tanda tanya, bahkan pada pasien dan dokternya sendiri. CIDP adalah kependekan dari Chronic Immune Demyelinating Polyneuropathy.
-’chronic‘ merujuk pada sifat penyakit yang menahun;
-’inflammatory‘ atau ‘immune‘ merujuk pada kenyataan bahwa penyakit pada syaraf ini diakibatkan oleh peradangan dan daya tahan tubuh yang mbalelo.
-’demyelinating‘ berarti bahwa kerusakan terutama terjadi pada lapisan myelin yang seharusnya melindungi serabut saraf; dan
-’poly[radiculo]neuropathy‘; ‘poly‘ berarti banyak, ['radiculo' berarti pangkal,] ‘neuro‘ berarti syaraf dan ‘opathy‘ berarti penyakit; jadi poly[radiculo]neuro-pathy artinya penyakit di pangkal syaraf dan serabutnya (percabangan syaraf tulang belakang)
Wajar kalau CIDP menimbulkan tanda tanya, karena penderitanya begitu langka, bahkan dari survey yang diadakan, hanya 75 sampai 250 orang terkena CIDP per tahunnya.
Gejala CIDP sendiri sangat samar dan mirip dengan gejala penyakit lain, sehingga diagnosanya sulit dan memakan waktu. Gejala-gejala awal penyakit ini antara lain perasaan kesemutan dan ditusuk-tusuk jarum pada tangan dan kaki, dengan perkembangan penyakit yang sangat lambat sebelum akhirnya menjadi akut. Selain merasa kesemutan, pasien kebanyakan juga merasakan lemas pada lengan dan kakinya, seolah dibanduli dengan pemberat dan terasa kaku. Rata-rata gejala ini muncul sekaligus, walau pada beberapa kasus ada yang hanya lemas saja, dan beberapa kasus yang lebih jarang lagi, hanya ditandai dengan rasa kesemutan saja.
Gangguan rasa kesemutan ini berlanjut bahkan hingga mencapai tingkat yang menyakitkan secara lambat. Bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan pada kasus yang jarang, bisa mencapai tahunan.
Penyebab penyakit ini belum ditemukan. Ada yang berusaha mencari hubungannya dengan zat mengandung racun seperti insektisida atau pelarut cat, ada juga yang menghubungkannya dengan imunisasi, atau akibat dari infeksi yang baru saja dilewati. Perlu ditekankan kalau penyakit ini tidak menular atau ditularkan, dan bukan juga penyakit keturunan. Dan walaupun penyakit ini menyangkut syaraf, penyakit ini sebetulnya bukan penyakit syaraf psikiatris.
Pasien CIDP kebanyakan wanita walaupun ada juga sedikit yang pria. Penyakit ini biasanya berawal pada usia muda dewasa.